Hanna Amalita (10508097)
Febrina Nur Sulistiyawati (10508078)
Devie Wahyu Wulandari (10508057)
Melly Widiastuti (10508134)
Esther Markus (10508070)
Bencana alam merupakan salah satu hal yang dapat datang kapan saja dan terkadang hal tersebut sulit diprediksi kapan datangnya sehingga membuat beberapa pihak kurang siap untuk membuat pengungsian sementara maupun bantuan-bantuan lain yang dibutuhkan oleh para pengungsi. Contohnya seperti bencana alam meletusnya Gunung Merapi yang belum lama ini terjadi, meskipun sudah ada alarm tanda bahaya jika ada peningkatan status pada Gunung Merapi dan sudah ada pula penunjuk-penunjuk jalan untuk mengarahkan mereka untuk evakuasi bencana tetapi tetap saja masih banyak korban jiwa berjatuhan dan mengalami kerugian materil karena tidak ada yang tahu seberapa besar gempa yang terjadi, sejauh mana awan panas (wedus gembel) berhembus, sejauh mana lahar panas maupun lahar dingin mengalir bahkan seberapa jauh abu vulkanik menghujani daerah-daerah sekitar bencana. Maka tidak heran jika peristiwa tersebut membuat para pengungsi mengalami stress, depresi, putus asa bahkan ada pula yang menjadi gila atas trauma yang mereka hadapi. Bencana alam merupakan salah satu pemicu terjadinya PTSD (posttraumatic stress disorder), apalagi bagi korban yang kehilangan harta benda sekaligus dengan orang-orang yang dicintainya meskipun mayoritas otang yang mengalami trauma tidak lantas berlanjut menderita PTSD. Bahkan sebagian besar menderita gangguan stress akut jika stresor menyebabkan kerusakan yang signifikan dalam keberfungsian sosial dan pekerjaan selama kurang dari satu bulan. Oleh karena itu, membuat pengungsian yang lebih manusiawi dan lebih layak bagi para pengungsi sangatlah dibutuhkan untuk menghindari stress berkepanjang.
Menurut kami, pengungsian yang layak tidak hanya memenuhi keperluan sehari-hari mereka seperti makan, minum, air bersih, selimut, obat-obatan, dll tetapi pihak relawan ataupun pemerintah juga harus memikirkan kesehatan psikologis para pengungsi terutama bagi anak-anak yang mudah trauma dengan bencana alam tersebut. Seperti contohnya, anak mengalami gangguan tidur dengan mimpi buruk tentang monster pun umum terjadi, sebagaimana juga perubahan perilaku misalnya seorang anak yang semula periang menjadi kasar dan agresif. Beberapa anak yang mengalami trauma mengalami trauma mulai berpikir bahwa mereka tidak akan hidup hingga mencapai usia dewasa. Beberapa anak juga kehilangan keterampilan perkembangan yang sudah dikuasai seperti berbicara atau menggunakan toilet. Terakhir, anak-anak jauh lebih sulit berbicara tentang perasaan mereka dibanding dengan orang dewasa.
Masalah dan stress yang dialami oleh anak-anak dengan orang dewasa saat bencana alam terjadi pastilah berbeda. Untuk menangani anak-anak dalam mengurangi ketegangan-ketegangan terhadap peristiwa bencana atau evakuasi yang terjadi, relawan atau bahkan sesama pengungsi bisa saja dengan mengajak mereka bermain bersama. Dengan mengajak tersenyum dan tertawa akan cukup menghibur mereka kecuali jika anak tersebut mengalami trauma dengan tingkat yang cukup parah seperti kehilangan keluarga yang membuat anak tersebut sangat terguncang psikologisnya maka ia membutuhkan perhatian khusus penanganannya dan akan lebih bagus lagi jika ditangani oleh orang-orang yang lebih kompeten dalam bidangnya misalnya psikolog. Namun bagi orang dewasa, masalah yang dihadapi ketika bencana alam terjadi lebihlah kompleks, seperti para pengungsi bencana alam di Gunung Merapi, mereka sedih ketika kehilangan keluarga, harta benda dan tidak mendapatkan penghasilan selama mengungsi sehingga ada beberapa pengungsi Merapi yang rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk keluar pada siang hari dari pengungsian dan menuju rumah yang mereka tinggali untuk mengurus hewan ternak mereka ataupun mengurus sawah atau kebun mereka dan ada pula yang tetap nekat untuk mengeruk tambang pasir agar mereka tetap memiliki penghasilan karena tabungan mereka sudah terkuras ketika harus mengungsi.
Menurut kami, ada salah satu cara yang dapat mengurangi ketegangan yang dialami pengungsi (baik anak-anak maupun dewasa) dan mencegah agar sttress yang dialami tidak berkepanjangan adalah dengan membuat kesibukan baru bagi mereka sehingga mereka tidak hanya duduk diam di pengungsian dan melamun atas nasib yang mereka hadapi dan di samping itu juga mereka akan mendapatkan penghasilan dari kesibukan baru tersebut. Caranya adalah dengan mengajak mereka untuk mengembangan kreativitas mereka dengan membuat kerajinan tangan sesuai dengan kemampuan dan minat mereka. Dalam mengembangan kreativitas seseorang dibutuhkan beberapa pendekatan yang biasa disingkat menjadi 4P antara lain :
1. Pribadi
Kreatifitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pribadi yang unik inilah diharapkan timbul ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif dari para pengungsi. Bagi anak-anak, mereka bisa saja di ajak menggambar, melukis, mewarnai, membuat kerajinan kipas, gantungan kunci, aksesoris manik-manik atau apa saja yang mereka inginkan. Bagi orang dewasa bisa saja membuat kerajinan yang sama dengan yang dibuat anak-anak atau ditambahkan lagi seperti menyulam, menjahit baju, membatik kain, membuat tas dari kain perca, membuat keset dari kain perca atau apa saja yang mereka inginkan dan akan lebih bagus lagi jika mereka dapat membuat sesuatu yang khas dari tempat tinggal mereka. Mungkin bagi para lelaki mereka lebih tertarik dengan membuat perkakas, perabotan rumah tangga seperti lemari buku, lemari baju, meja, kursi dll. Tidak sebatas dengan kerajinan tangan saja, tetapi mereka juga dapat membuat karya sastra seperti puisi, aransemen musik maupun lirik lagu.
2. Pendorong
Untuk mewujudkan bakat kreatif seseorang diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan (motivasi eksternal) yang berupa apresiasi, dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Disinilah peran serta pemerintah ataupun para sukarelawan dibutuhkan, salah satunya adalah dengan memberikan mereka modal atau bahan-bahan yang mereka butuhkan.
3. Proses
Untuk mengembangkan kreativitas, pengungsi perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif dan memberi kebebasan untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. Dalam proses ini di harapkan, dengan pengungsi menyibukan dirinya secara aktif maka mereka mempunyai kesibukan baru yang positif selama di pengungsian dan tidak kehilangan makna hidup mereka.
4. Produk
Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa menghargai produk kreativitas dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya mereka. Peran pemerintah dan sukarelawan tidak berhenti pada modal saja, tetapi mereka juga dapat membuatkan pameran di kota-kota besar seperti di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Medan dll dengan harapan akan banyak penonton atau pembeli yang hadir. Namun jika, terbatasnya dana maka bisa saja pameran tersebut diselenggarakan di daerah bencana tetapi pilihlah tempat-tempat yang sekiranya ramai dan dapat menarik perhatian banyak pengunjung. Dalam pameran tersebut di pamerkan dan di jual hasil kerajianan tangan yang dibuat oleh para pengungsi. Selain itu dapat pula dibuat live performance dari para pengungsi bagi mereka yang ingin membawakan hasil karya puisi, lagu maupun musik mereka atau dapat pula karya-karya tersebut disatukan menjadi musikalisasi puisi atau drama musikal. Apabila terdapat suatu hasil karya yang pantas di lelang seperti lukisan atau hasil batik yang indah, maka pihak penyelenggara dapat juga membuatkan acara lelang dan karya tersebut akan diberikan pada hadirin yang menawar dengan tawaran tertinggi.
Hasil dari penjualan kerajinan tangan, pembelian tiket dan hasil lelang tersebut dapat disumbangkan bagi para pengungsi untuk kelangsungan hidup mereka selama di pengungsian (jika mereka masih harus mengungsi) maupun modal untuk membangun kembali rumah atau lahan usaha mereka yang rusak (jika mereka sudah tidak lagi di pengungsian). Selain itu, program ini juga dapat digunakan untuk mengembangan bakat dan kreativitas yang mereka miliki selama berada di barak pengungsian. Dengan harapan kreativitas mereka dapat terus dikembangan dan dapat membantu mereka jika mereka ingin membuat usaha baru karena tidak sedikit dari korban bencana alam yang kehilangan lahan mata pencahariannya.
Diharapkan pengembangan kreativitas ini tidak hanya digunakan korban bencana alam di Gunung Merapi saja, tetapi dapat juga digunakan di bencana alam lainnya meskipun kami tidak berharap akan ada bencana lama lainnya.
Semoga Bermanfaat